Categories
Populer News

Penyebab Polusi Udara Jakarta Yang Makin Buruk – PLTU VS Kendaraan Bermotor?

Tingkat kualitas udara di Jakarta hingga kini sedang tidak baik-baik saja. Berdasarkan situs pemantau udara IQAir, kualitas udara di Ibu Kota kembali masuk kategori zona merah alias tidak sehat, pada Jumat (8/9).

Mirisnya, Jakarta masuk dalam lima besar kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Di mana, indeks kualitas udara Jakarta mencatatkan 159 AQI US dengan kategori tidak sehat. 

Adapun,  untuk konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM2,5) yakni sebesar 71,6 mikrogram per meter kubik (μg/m³). Di mana, konsentrasi PM2.5 di Jakarta sekarang ini mencapai 14.3 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO,

Memburuknya kualitas udara di Jakarta ditenggarai karena polusi dari asap kendaraan bermotor. Ada juga yang menyebut hasil sumbangan emisi gas buang PLTU.

Lantas, sebenarnya siapa biang keladi dari permasalahan polusi udara di Jakarta ?

Fakta Tentang PLTU yang Dianggap Penyebab Polusi Jakarta

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kualitas udara di Jakarta dan kota penyangga seperti Bogor, Tangerang, Bekasi masuk zona tidak sehat. Disebut-sebut, PLTU menjadi biang keroknya karena membuang emisi karbon.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, memang terdapat 3 PLTU di kawasan Jabodetabek, yaitu PLTU Suralaya, PLTU Banten dan juga PLTU Lontar.

Faktanya, pembuangan emisi karbon ketiga PLTU tersebut rendah, yang mana ditekan di bawah ambang batas emisi berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 15 Tahun 2019 perihal Baku Mutu Emisi. 

Menurutnya, Kementerian LHK juga telah menganugerahkan proper emas terhadap tiga PLTU tersebut yang tak lain sebuah penghargaan tertinggi bagi insan perusahaan terbukti melakukan pengelolaan lingkungan lebih baik dari yang telah dipersyaratkan. 

Selain itu, melakukan berbagai upaya pengembangan masyarakat luas secara kesinambungan. Dengan kata lain, tiga PLTU itu telah menerapkan teknologi Electrostatic System Precipitator (ESP) yang mana dapat mengendalikan abu hasil proses burning dan menjaring debu PM 2,5 sehingga tak mencemari udara. 

Selain itu, tiga PLTU tersebut telah menerapkan teknologi Low NOx Burner yang bisa menekan polusi NO2 minim polusi yakni di bawah ambang batas yang sudah ditetapkan Kementerian LHK.

Menilik Polusi Kendaraan Bermotor di Jakarta

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup Sigit Reliantoro mengatakan, rendahnya kualitas udara di Ibu Kota disebabkan berbagai faktor yang mana sektor transportasi turut menyumbang sebagian besar emisi tersebut.

Diketahui, dari sisi bahan bakar yang dipakai di DKI Jakarta merupakan bahan bakar sumber emisi. Detailnya, 51 persen berasal dari gas, 49 persen dari minyak, dan 0-42 persen dari batu bara.

Dilansir Index Standar Pencemaran Udara Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, ketika pemberlakuan saat PPKM, tercatat penurunan emisi partikulat (PM10) tahun 2020 hingga di angka 29,41 mg/Nm3. 

Angka tersebut lalu meningkat sebesar 155 persen atau mencapai 75 mg/Nm3 di 2022 di saat PPKM dilonggarkan. Kondisi ini menjadi bukti sektor transportasi berperan penting dalam menyumbang sebagian besar emisi yang mana pada periode serupa pembangkit listrik tetap beroperasi.

Polusi Yang Semakin Parah Karena Kemarau

Rupanya, polusi di Jakarta yang semakin parah turut pula disebabkan karena musim kemarau. Seperti dikatakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) bahwa musim kemarau turut menjadi salah satu dari penyebab polusi udara di Ibu Kota. 

Deputi Koordinator Bidang Transportasi dan Infrastruktur Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin mengatakan, musim kemarau turut menjadikan angin bergerak dari satu arah ke arah lainnya sehingga menjadikan polusi yang terdapat di udara bisa berputar-putar di lapisan atmosfer.

Selain itu, musim kemarau turut menjadikan curah hujan di Jakarta semakin sedikit. Menurutnya, bibit awan juga terpantau sedikit sehingga menyebabkan hujan yang dapat turun secara terpencar. 

Efek Polusi Pada Warga Ibu Kota

Salah satu efek yang dirasakan akibat tingginya polusi udara di Jakarta yakni munculnya kasus ISPA yang mendera warga Ibu Kota.

Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara Agus Dwi Susanto mengungkapkan, untuk angka kasus ISPA melonjak di wilayah Jabodetabek dalam enam bulan terakhir di tahun 2023. Hal itu sebagai imbas dari tingginya polusi udara.

“Kasus ISPA di periode Januari-Juli bila dirata-ratakan telah menyentuh angka 100 ribu kasus. Bahkan di Agustus telah mendekati 200 ribu kasus,” kata Agus dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (28/8).



Berdasarkan data pihaknya, pada 2022, kasus ISPA yang mana dilaporkan pihak puskesmas dan rumah sakit di kawasan Jabodetabek hanya berada di bawah angka 100 ribu kasus pada periode serupa.

Ia menjelaskan, polusi udara bisa menimbulkan pelbagai penyakit, termasuk menyebabkan gangguan pernafasan. Di mana, gangguan pernafasan sendiri menempati 10 penyakit terbanyak di Tanah Air.

Upaya Pemerintah Menanggulangi Polusi 

Ada banyak upaya yang dilakukan pemerintah dala menanggulangi polusi udara di Jakarta dan sekitarnya. Salah satunya, gencar mengajak masyarakat luas beralih menggunakan motor listrik.

Pasalnya, menggunakan kendaraan listrik bisa menjadi alternatif dalam mengurangi polusi sekaligus memecah ketergantungan terhadap bahan bakar fosil di Tanah Air.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, perseroan mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi emisi melalui program penggunaan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) dengan cara membangun sebuah infrastruktur memadai di seluruh daerah di Indonesia.

Langkah ini menjadi upaya strategis yang tidak hanya mengurangi emisi karbon, akan tetapi mendorong transformasi energi nasional.

Menurutnya, masyarakat yang akan beralih ke EV tak perlu khawatir karena khusus tiap pembelian kendaraan listrik roda empat, akan memperoleh layanan pemasangan home charging secara gratis.

Selain itu, ada juga diskon tarif listrik dalam rangka pengisian daya pukul 22.00 WIB  – 05.00 WIB. Tak hanya itu, untuk infrastruktur pengisian daya umum juga sudah tersedia dengan memadai.

Bahkan, saat ini PLN telah mengoperasikan lebih dari 600 SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) dan juga lebih dari 1.400 SPBKLU (Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum, sampai dengan 9.000 SPLU (Stasiun Pengisian Listrik Umum) di Indonesia.

Dengan beralih menggunakan kendaraan listrik bisa menjadi sebuah pilihan strategis, sebab sektor transportasi ini telah menjadi salah satu penyumbang utama dari emisi karbon di Tanah Air.

Jika dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan  antara EV dan kendaraan berbahan bakar minyak, maka rincian hitungannya yaitu untuk 1 liter BBM setara dengan  1,2 kWh listrik. 

Di mana, untuk emisi karbon 1 liter BBM ialah 2,4 kg CO2e, sementara untuk emisi karbon 1,2 kWh listrik ialah 1,3 kg CO2e. 

Selain itu, jumlah emisi yang mana dihasilkan dari pemakaian kendaraan listrik bakal terus berkurang seiring meningkatnya bauran energi baru yang terbarukan.

Sebagaimana diketahui, sektor transportasi sendiri menjadi salah satu dari penghasil emisi besar di Tanah Air. Pada tahun 2020, tingkat emisi mencapai 280 juta ton CO2e. 

Apabila tak ada perubahan, maka diprediksi pada tahun 2060 tingkat emisinya sudah mencapai lebih dari 1 miliar ton CO2e per tahun.